Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Jepara Ikuti Diskusi Daring "Selasa Menyapa", Kupas Tuntas Problematika Rekrutmen Pengawas Ad Hoc

Bawaslu Jepara mengikuti diskusi daring "Selasa Menyapa" yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah

Bawaslu Jepara mengikuti diskusi daring "Selasa Menyapa" yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah

Bawaslu Jepara – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jepara turut serta dalam diskusi daring "Selasa Menyapa" yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 15 Juli 2025. Diskusi ini mengangkat tema krusial: “Identifikasi Permasalahan Hukum dan Tantangan Empirik pada Tahapan Pembentukan Panitia Pengawas Kecamatan, Panitia Pengawas Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara Pemilu.”

Diskusi yang dihadiri oleh pimpinan Bawaslu Jepara ini bertujuan untuk membedah berbagai persoalan yang kerap muncul dalam proses rekrutmen badan ad hoc pengawas pemilu. Sebagaimana diketahui, badan ad hoc merupakan pilar utama dalam menjaga integritas pengawasan pemilu di tingkat akar rumput, namun pembentukannya seringkali dihadapkan pada problematika regulasi dan tantangan di lapangan.

Dalam sesi diskusi, terungkap bahwa berbagai celah hukum dalam regulasi menjadi tantangan utama. Isu seperti ketidaktepatan norma terkait batas usia, syarat domisili, status keanggotaan partai politik, hingga jadwal seleksi yang terlalu padat menjadi sorotan. Di sisi lain, tantangan empirik seperti rendahnya partisipasi masyarakat, intervensi kepentingan lokal, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), serta keterlambatan turunnya Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) dan petunjuk teknis (juknis) semakin memperumit proses rekrutmen.

Anggota Bawaslu Jawa Tengah, Diana Ariyanti, selaku pemantik diskusi, menekankan tiga komponen penting. "Pertama, badan ad hoc sangat vital bagi penyelenggaraan pemilu. Kedua, beberapa persyaratan dalam UU No. 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 117 berpotensi bertentangan dengan prinsip keadilan jika diberlakukan sama rata. Ketiga, isu strategis seperti batas usia, keanggotaan parpol, dan syarat 'bekerja penuh waktu' perlu dikaji ulang, terutama karena juknis rekrutmen sering terlambat," papar Diana.

Baca Juga : Tingkatkan Kualitas Pengawasan Pilkada 2024, Bawaslu Jepara Ikuti Raker Komisi II DPR RI

Senada dengan itu, Rofiuddin, yang juga Anggota Bawaslu Jawa Tengah, melontarkan beberapa pertanyaan kritis yang perlu menjadi bahan evaluasi, antara lain:
1. Perlunya pemisahan pasal persyaratan antara Bawaslu permanen dan ad hoc;
2. Definisi dan implementasi syarat "bekerja penuh waktu" bagi pengawas ad hoc;
3. Pengaturan yang lebih jelas antara hari kerja dan hari kalender dalam tahapan.
4. Status keterwakilan perempuan: apakah sekadar memperhatikan atau bersifat mewajibkan?
5. Peningkatan honorarium dan jaminan kesehatan bagi pengawas ad hoc.

Narasumber dari Bawaslu tingkat kabupaten, Lulus Mariyonan (Bawaslu Kabupaten Blora) dan Eka Rohmawati (Bawaslu Kabupaten Kebumen), memperdalam analisis dari sisi empiris. Mereka menyoroti tantangan nyata di lapangan, seperti frasa "bekerja penuh waktu" yang multitafsir, jadwal padat yang menyulitkan rekrutmen, aturan pengunduran diri dari jabatan politik, hingga tantangan memenuhi kuota pendaftar dua kali kebutuhan.

"Semua tantangan ini, baik dari sisi regulasi maupun empiris, perlu kita cermati bersama. Kita hanya bisa tunduk pada regulasi. Oleh karena itu, kita harus mendorong adanya penguatan regulasi yang lebih kuat dan jelas agar tidak lagi menyulitkan Bawaslu dalam proses rekrutmen di masa depan," ujar para narasumber.

Diskusi ini mengerucut pada satu kesimpulan utama: perlunya perbaikan dan penguatan regulasi secara komprehensif. Rekomendasi-rekomendasi yang muncul diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi Bawaslu RI dalam menyusun peraturan untuk pemilu dan pemilihan selanjutnya, demi menghasilkan pengawas ad hoc yang berkualitas dan berintegritas.

Penulis: Heni Ernawati
Foto: -
Editor: Wahidatun Khoirunnisa