Kupas Tuntas Sengketa Pilkada Bungo, Bawaslu Jepara Ikuti Selasa Menyapa Bawaslu Jateng
|
Bawaslu Jepara – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jepara mengikuti kegiatan diskusi daring "Selasa Menyapa" Edisi ke-8 yang diselenggarakan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pada Selasa, 22 Juli 2025.
Diskusi ini mengkaji secara mendalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Bungo, Jambi, sebagai pembelajaran penting dalam pengawasan pemilihan kepala daerah.
Mengusung tema “Kajian Yuridis dan Empiris Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Kabupaten Bungo Berdasarkan Putusan MK Nomor 173/PHPU.BUP-XXIII/2025”, acara ini menghadirkan narasumber kompeten, yaitu Ari Juniarwan dari Bawaslu Provinsi Jambi dan Herik Pernando dari Bawaslu Kabupaten Bungo. Turut hadir jajaran pimpinan Bawaslu Jawa Tengah, yaitu Sosiawan, Diana Ariyanti, dan Rofiuddin, serta dibuka oleh Ketua Bawaslu Provinsi Jambi, Wein Arifin.
Dalam paparannya, narasumber menjelaskan bahwa sengketa di Pilkada Bungo menjadi sorotan nasional karena putusan MK untuk melaksanakan PSU di 21 TPS secara signifikan mengubah pasangan calon terpilih, padahal selisih suara sebelumnya sangat tipis.
Herik Pernando dari Bawaslu Kabupaten Bungo memaparkan pokok-pokok permohonan yang menjadi dasar gugatan di MK. "Permasalahan yang diajukan pemohon sangat kompleks, mulai dari dugaan pemilih tidak memenuhi syarat yang difasilitasi KPU, adanya video 50 surat suara yang dicoblos oleh oknum KPPS, hingga dugaan pelanggaran netralitas ASN dan Kepala Desa yang memiliki hubungan darah dengan petahana," ungkap Herik.
Salah satu isu yuridis yang krusial adalah perbedaan regulasi terkait pemilih yang belum memiliki KTP elektronik. Ari Juniarwan dari Bawaslu Jambi menambahkan bahwa terdapat dualisme aturan antara UU No. 7 Tahun 2017 yang tidak mewajibkan KTP-el bagi DPTb dan UU Pilkada yang mengharuskannya, ini menjadi celah yang dimanfaatkan dalam persidangan.
Baca Juga : Bawaslu Jepara dan Perisai Demokrasi Bangsa Teken MoU tentang Sosialisasi dan Pengawasan Partisipatif Pemilu
Diskusi ini juga menyoroti tantangan empiris yang dihadapi pengawas pemilu di lapangan, khususnya di Kabupaten Bungo: Keterkaitan hubungan kekerabatan di tingkat desa sangat mempengaruhi integritas dan netralitas pengawas Ad-Hoc, Proses rekrutmen pengawas Ad-Hoc yang berkoordinasi dengan pemerintah desa berpotensi disusupi oleh kepentingan politik tertentu, dan minat masyarakat menjadi pengawas pemilu menurun drastis akibat faktor keamanan dan honor yang dianggap tidak sebanding dengan risiko dan pekerjaan lain, seperti berkebun.
Terkait bukti video pencoblosan surat suara oleh oknum KPPS, Herik menjelaskan bahwa Gakkumdu Bungo telah melakukan penelusuran namun tidak menemukan saksi yang melihat langsung kejadian tersebut, sehingga laporan dihentikan.
Meskipun diwarnai berbagai tantangan, pelaksanaan PSU di 21 TPS Kabupaten Bungo pada akhirnya berjalan lancar dan menjadi contoh praktik baik. "Alhamdulillah PSU berjalan lancar. Kami melakukan inovasi untuk pertama kalinya dengan memasang CCTV di 21 TPS yang gambarnya dapat dipantau secara daring di Polres Bungo. Ini sangat efektif untuk memantau dan menyelesaikan potensi pelanggaran secara cepat dan akurat," tutup Herik.
Anggota Bawaslu Jepara,Shohibul Habib, yang turut mengikuti acara tersebut menyatakan bahwa pembelajaran dari kasus Bungo sangat berharga.
"Kasus Bungo adalah cermin bagi kita semua tentang betapa kompleksnya tantangan pengawasan pemilu. Mulai dari masalah yuridis, integritas penyelenggara, hingga inovasi teknologi, semua menjadi catatan penting bagi Bawaslu Jepara dalam mempersiapkan pengawasan Pilkada mendatang agar lebih berkualitas dan berintegritas," ujarnya.
Penulis: Heni Ernawati
Foto: -
Editor: Wahidatun Khoirunnisa