Menilik Perjalanan Pemilihan Kepala Daerah dari Masa ke Masa
|
Kata “menilik” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti melihat dengan sungguh-sungguh; mengamat-amati. Dalam tulisan ini penulis mengajak para pembaca untuk melihat secara cermat, berkaitan dengan perjalanan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia dari masa ke masa, berdasar pada peraturan perundangan-perundangan.
Pasca kemerdekaan, Pilkada berdasar pada UU No 22 tahun 1948 tentang Undang Undang Pokok tentang Pemerintah Daerah. UU ini mengamanatkan Kepala Daerah di tingkat provinsi diangkat oleh Presiden dari calon-calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, sedikit-sedikitnya dua atau sebanyak-banyaknya empat calon (pasal 18 ayat 1). Untuk Kepala Daerah tingkat kabupaten diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD kabupaten, sedikit-sedikitnya dua atau sebanyak-banyaknya empat orang calon (pasal 18 ayat 2).
Setelah UU No. 22 tahun 1948, ketentuan Pilkada berubah. Pengganti UU No. 22 tahun 1948 adalah UU No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Dalam UU ini Kepala Daerah dipilih oleh DPRD (pasal 24 ayat 1). Kepala Daerah tingkat I disahkan oleh Presiden, sedangkan Kepala Daerah tingkat II di sahkan oleh Menteri Dalam Negeri ( Pasal 24 ayat 2).
UU No. 1 tahun 1957 ini digantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Dalam UU No. 5 tahun 1974 ini disebutkan bahwa Kepala Daerah Tingkat I (Provinsi) dicalonkan dan dipilih oleh DPRD dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah di musyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan DPRD/Pimpinan fraksi- fraksi dengan Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya sedikit-dikitnya 2 (dua) orang diajukan kepada Presiden untuk diangkat salah seorang diantaranya (Pasal 15 ayat 1 dan 2).
Sedangkan Pilkada tingkat II (kabupaten/kota) dicalonkan dan dipilih oleh DPRD dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah di musyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan DPRD/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur. Selanjutnya sedikit-dikitnya 2 (dua) orang diajukan kepada Menteri Dalam Negeri untuk diangkat salah seorang diantaranya. (pasal 15 ayat 1 dan 2)
Setelah era reformasi, Pilkada berdasar pada UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU ini pengisian Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan (pasal 34 ayat 1). Pasangan calon Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan ditetapkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Pasca UU No. 22 tahun 1999 lahirlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini memberikan perubahan yang sangat besar, yaitu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan (pasal 24 ayat 5). UU No. 32 Tahun 2004 ini menjadi tonggak sejarah, karena pertama kalinya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat.
Sepuluh tahun setelah pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 terbitlah UU No. 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. UU ini dapat dikatakan sebagai koreksi atas UU No. 32 Tahun 2004 yang ber euforia atas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih rakyat secara langsung. UU No. 22 tahun 2014 ini memberi kewenangan kembali kepada DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan wakilnya. Sebagaimana disebutkan pasal 28 ayat 1 bahwa pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapan hasil pemungutan suara dalam pemilihan dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota.
Terbitnya UU No. 22 tahun 2014 ini mendapat pertentangan dari berbagai pihak, yang menginginkan Pilkada tetap digelar secara langsung. Penolakan yang begitu masif dari masyarakat terhadap UU No. 22 tahun 2014, menjadikan UU tersebut dicabut. Dengan dicabutnya UU tersebut dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang disahkan menjadi UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
UU No.1 Tahun 2015 mengembalikan kembali pemilihan Kepala Daerah dan wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebagaimana pasal 1 ayat 1 yang menyatakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota secara demokratis.
UU No. 1 tahun 2015 beberapa kali mengalami perubahan, yang terbaru dirubah melalui UU No 10 Tahun 2016. UU No. 10 Tahun 2016 mempunyai spirit yang sama dengan UU yang sebelumnya yang mengamanatkan pemilihan Kepala Daerah dan wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dari paparan di atas dapat kita ketahui bersama bahwa Pilkada di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa. Mulai diangkat oleh presiden, dipilih oleh DPRD, sampai dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini menunjukkan proses Pilkada bergerak secara dinamis, sesuai zamannya, dan tentunya berdasar dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
*Kunjariyanto, Anggota Bawaslu Jepara