Lompat ke isi utama

Berita

Menjaga Netralitas ASN dalam Pemilu 2024

Oleh : Kunjariyanto*

Hajatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 semakin hari semakin dekat,  sesuai Surat Keputusan (SK) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 21 Tahun 2022 menetapkan hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal Pemungutan suara pada Pemilu serentak Tahun 2024. Sebagaimana amanat pasal 167 ayat 6 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Jadi, jika tidak aral melintang tahapan Pemilu  2024 akan dimulai pada bulan Juni 2022

Dalam setiap hajatan Pemilu, tak dipungkiri sering terjadi pelanggaran. Di antara pelanggaran yang sering muncul adalah netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN sebagai salah satu alat negara mempunyai tugas utama sebagai pelaksana kebijakan, pelayanan masyarakat, serta perekat dan pemersatu bangsa. ASN diwajibkan bekerja secara profesional dan netral.

Posisi ASN sebagai abdi negara tidak bisa lepas dari sorotan mata publik. ASN yang mempunyai posisi strategis di masyarakat maupun birokrasi, tak lepas dari godaan politik praktis. Godaan politik praktis ini dapat berupa dukung mendukung suatu calon dalam Pemilu ataupun membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan pada calon.

Sebagaimana asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN, ASN dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus mendasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, non diskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, serta kesejahteraan. (UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN)

Netralitas?

Netralitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai keadaan dan sikap netral, dalam arti tidak memihak pada siapapun dan bebas. Sofian Effendi menjelaskan netralitas mengacu pada imparsial yang mempunyai arti adil, objektif, tidak bias dan tidak berpihak kepada siapapun. Tak hanya dalam ranah politik, tetapi juga di dalam ranah pelayanan publik, tidak diskriminatif dalam memberikan layanan pada masyarakat. (Sofian Effendi, 2018: 8)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap ASN harus bersikap adil, objektif, bebas konflik kepentingan, bebas pengaruh, bebas intervensi dan tidak memihak kepada siapapun dan kepentingan apapun.

ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus bersikap netral dan profesional. Terutama dalam penyelenggaraan Pemilu, netralitas ASN harus dijaga sekuat tenaga agar tidak berbelok arah dan tidak terjebak dalam dukung mendukung pada suatu calon.

Setiap ASN wajib bersikap netral. Jika ASN tidak netral akan mempunyai dampak yang besar sehingga merugikan masyarakat. Di antara dampak tersebut adalah adanya diskriminasi layanan pada masyarakat, dan munculnya konflik kepentingan dalam diri ASN.  Ketidaknetralan ASN ini akan menjadikan ASN tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.

Dalam rangka memastikan netralitas  ASN,  pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan di antaranya UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode etik PNS.

Untuk menjaga netralitas ASN diperlukan pengawasan dari semua pihak terutama dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di semua tingkatan, dan tentunya  Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Selain beberapa pihak tersebut, partisipasi masyarakat dalam pengawasan netralitas ASN mempunyai peran yang strategis, yaitu memberikan informasi awal terkait dugaan netralitas ASN. Di samping pengawasan dari pihak berwenang, tentunya penerapan sanksi yang setimpal kepada ASN yang tidak netral, akan memberikan efek jera kepada ASN yang melanggar dan kepada ASN lainnya.

Kunjariyanto, Anggota Bawaslu Kabupaten Jepara.

Tag
Artikel