Lompat ke isi utama

Berita

STRATEGI TRIPLE P (PENCEGAHAN, PENINDAKAN, DAN PUBLISH) DALAM SATU NAFAS UNTUK MENGIKIS MONEY POLITICS JELANG PILGUB 2018 DAN PILEG, PILPRES 2019

Oleh : Abd. Kalim - Kordiv Divisi SDM dan Organisasi Bawaslu Jepara

Money politics sepertinya sudah tidak asing di telinga masyarakat. Kenapa demikian? Karena setiap kali pemilu tiba fenomena semacam ini marak terjadi. Hasil survey oleh LSI menunjukkan publik yang menyatakan akan menerima uang yang diberikan oleh kandidat mengalami kenaikan. Grafik politik uang terus mengalami kenaikan dari 53,9% di tahun 2005 menjadi 63% di tahun 2010 (Fitriyah and Fitriyah 2013). Sementara itu survei terhadap 255 responden yang dilakukan secara acak pada Desember 2017 diperoleh informasi bahwa 64 % persen responden menyatakan politik uang dianggap hal yang wajar, sedangkan 36 % menolak (M Saekan Muchith 2017).

Hasil survei ini dapat dikatakan bahwa di tengah-tengah masyarakat telah terjadi penyimpangan, satu sisi bangsa Indonesia sedang giat-giatnya upaya untuk memberantas korupsi, tetapi disisi lain masyarakat masih memiliki persepsi bahwa politik uang dalam pemilu sesuatu hal yang wajar. Politik uang yang terjadi telah mempengaruhi persepsi masyarakat bahwa "Kalau tidak ada uang ya gak usah nyoblos". Hal ini menggambarkan betapa kesadaran politik masyarakat kita masih rendah.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab jika pola pikir masayarakat masih terjerembab pada praktik-praktik politik uang. " Tidak ada asap kalau tidak ada api". Diktum itu menandaskan bahwa kesadaran politik yang rendah tentu ada sebab-musababnya. Politik uang yang dipertontonkan oleh politikus tanah air secara tidak langsung ikut andil dalam menanamkan budaya money politics pada masyarakat. Harusnya para kontestan pemilu mengaca bahwa kekuasaan harusnya diraih dengan cara yang jujur dan jauh dari unsur kecurangan. Bukan malah sebaliknya mengkhalalkan segala cara sehingga dapat melenggang duduk di kursi Eksekutif maupun Legislatif. Bagaimana mungkin kita bisa membangun negara yang madani jika dalam prosesnya diikuti dengan cara-cara yang batil baik dalam konteks agama maupun konstitusi kepemiluan.

Money politics seringkali dijadikan senjata terakhir untuk meraih kekuasaan secara instan. Jika visi-misi kontestan pemilu tidak lagi menjual. Tentu money politics jadi jalan pintas agar dipilih rakyat. Nafsu serakah akan kekuasaan menjadikan para politikus menjadi dermawan kesiangan dengan bagi-bagi uang kepada warga jelang pemilu. Padahal mereka juga tahu bahwa tindakan tersebut adalah bagian kecurangan politik. Praktik politik uang biasanya dilakukan dengan serangan subuh.

Pembagian uang dengan sistem serangan subuh ini menandaskan bahwa nafas demokrasi kita masih menjunjung tinggi sistem kapitalisme. Paslon yang memiliki banyak modal tentu akan lebih banyak bicara dibandingkan paslon yang modalnya terbatas. Oleh karena itu sistem demokrasi kita dinilai sangat mahal. Kondisi ini membuat sistem pemerintahan kita sering diwarnai dengan kasus-kasus korupsi para pejabat negara. Korupsi ditengarai adanya motif untuk mengembalikan modal yang begitu besar saat musim kampanye. Dengan demikian politik uang dalam pemilu bisa dijadikan starting point adanya rantai korupsi yang terjadi. Dan isu korupsi hampir tidak pernah ada habisnya di media masa.

Kasus politik uang yang marak terjadi ini harus kita cegah dan kita lawan agar dapat membangun negara yang makmur dan berkeadilan. Serupiah pun dari Paslon yang diberikan kepada warga agar memilih dan mencoblos kepada Paslon yang bersangkutan merupakan bagian dari politik uang. Upaya ini bisa diwujudkan jika terjadi sinergitas antara rakyat dan Bawaslu. Lembaga bawaslu sebagai salah satu penyelenggara pemilu memiliki peran strategis dalam melakukan tindakan pencegahan (preventif) dan penindakan (action) pemilu termasuk politik uang. Sebenarnya pelanggaran pemilu tidak hanya politik uang tetapi sangat beragam, yakni kampanye hitam, mobilisasi PNS dan perangkat desa, dan lain-lain. Hasil penelitian Rasaili (2016), pilkada serentak 2015 terjadi banyak gugatan yang mencapai 167 mengindikasikan banyaknya pelanggaran dan kecurangan yang menunjukkan lemahnya political well masyarakat Indonesia. Dari itu kualitas budaya politik masyarakat masih terjebak karena unsur money politics .

Diakui atau tidak sebagian masyarakat kita, masih ditemukan anggapan bahwa Bawaslu tak ubahnya seperti menara gading. Peran panitia Pengawas Pemilu dalam penyelenggaraan pemilihan umum legislatif belum melaksanakan fungsinya secara maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilu masih banyak pelanggaran  (Sulaeman and Ilham 2016). Padahal Bawaslu memiliki Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) yang terdiri dari unsur Panwas, Polri, dan Kejaksaan. Sentra ini harusnya dapat dioptimalkan untuk penegakan pidana pemilu sesuai UU No 10 Tahun 2016 dan UU No 7 Tahun 2017. Dengan tegaknya Sentra Gakkumdu otomatis akan menaikkan marwa dari Bawaslu. Jangan sampai Bawaslu hanya jadi asesoris pemilu yang tidak memilki taji dalam pencegahan dan penindakan pemilu. Pemilu yang adil berada di tangan Bawaslu dengan dukungan masyarakt tentunya. Penegakan pelanggaran pemilu, termasuk money politics yang sudah berjalan di Kabupaten Jepara dengan menerapkan model Triple P (Pencegahan, Penindakan, dan Publish) dilakukan dalam satu nafas. Dan ini sudah terbukti ampuh dalam mencegah terjadinya pelanggaran dalam pemilu. Karena dengan adanya variabel baru yaitu publish ketika proses penindakan (klarifikasi, mengkaji dan menyimpulkan) kemudian melimpahkan ke kepolisian sangat dimungkinkan para pelaku money politics tidak hanya mendapat ancaman pidana namun juga mendapat sanksi moral yang nantinya akan di block up oleh berbagai media, disampaikan pada kegiatan-kegiatan sosialisasi, diberitakan secara viral. Jika yang terjadi demikian maka ini sebagai pelajaran, renungan dan kesadaran bagi masyarakat, bahwa money politics adalah kejahatan yang dapat dipidanakan, meskipun pada akhirnya proses hukum tidak dapat dilanjutkan mungkin karena tidak cukup bukti, saksi dan lain-lain. Para pelaku money politics setidaknya malu kepada masyarakat bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kebodohan. Maka strategi ini cukup ampuh dalam upaya pencegahan pelanggaran dari pada pencegahan yang bersifat normative.

Selama ini Panwanlu secara umum hanya menerapkan pencegahan dan penindakan saja belum diikuti dengan pelibatan pers dengan awak media secara masif. Pencegahan dan penindakan hanya sebatas pada tahap sosialisasi dan edukasi saja. Kegiatan sosialisasi biasanya diarahkan kepada stakeholder, tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), mahasiswa, organisasi pemuda, organisasi masyarakat dan insan pers. Inovasi dan gebrakan Bawaslu harusnya ditingkatkan seiring trend angka money politics  semakin tinggi di tahun politik ini.

Panwaslu hendaknya mencoba memberanikan diri untuk melibat pers dalam proses penindakan. Padahal menurut KPK (2018), siaran pers dapat memperkuat upaya pencegahan dan penindakan. Karena pers adalah salah satu pilar dalam mewujudkan demokratisasi di Indonesia (Sobur 2004). Sejalan dengan KPK, bahwa lembaga pers memiliki salah satu Peran yaitu kontrol sosial. dalam menjalankan perannya yakni mampu mengontrol perilaku tak terpuji masyarakat pada umumnya dan pejabat pada khususnya, mampu menjadi produsen bagi keputusan politik (Martini 2014). Saat terjadi temuan pelanggaran money politics, Panwaskab dapat melaksanakan tindakan dengan memanggil/mengklarifikasi pihak yang bersangkutan untuk diplenokan oleh tim Gakkumdu. Jika dalam kajian itu ditemukan unsur pidana maka berkas akan direkomendasikan kepada pihak kepolisian. Jika hanya ditemukan unsur pelanggaran etika maka direkomendasikan pada pimpinan/atasan yang bersangkutan.

Penyempurnaan wewenang Panwaskab dari pencegahan, penindakan, dan publish diharapkan ada efek jera atau malu bahwa yang bersangkutan sedang menjadi “pesakitan” menurut orang jawa sehingga menjadi sorotan publik. Dan tentu ini akan menjadi warning bagi kontestan, tim sukses, relawan dan simpatisan  untuk tidak berbuat money politics jelang pemilihan. Pemilu tanpa money politics adalah salah satu indikator bahwa political well masyarakat sudah maju. Sedangkan Political well masyarakat yang maju akan menciptakan pemilu yang berkeadilan. (Abd. Kalim, M.Pd.I)

Tag
Artikel