Lompat ke isi utama

Berita

Membumikan Pengawasan Partisipatif di Bumi Kartini

Oleh : Kunjariyanto

Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah menjadi konsensus Bangsa Indonesia dalam menentukan pemimpin dan wakil rakyat secara langsung. Pemilu/Pilkada merupakan salah satu sarana demokrasi dan bentuk perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang aspiratif, berkualitas, serta bertanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat. Pemilu/Pilkada  juga sering dimaknai sebagai mekanisme sirkulasi elit, terbangunnya legitimasi politik, terciptanya perwakilan politik, dan sebagai sarana pendidikan politik.

Pemilu/Pilkada dapat dikatakan demokratis jika terpenuhinya minimal 5 kriteria, yaitu (a) Penyelenggara pemilu yang profesional dan netral, (b) Terciptanya kompetisi yang fair antar calon peserta Pemilu/Pilkada, (c) adanya pelibatan warga masyarakat dalam setiap tahapan, (d) kebebasan dan kerahasiaan pemilih terjamin, (e) adanya penegakan hukum pemilu yang adil bagi semua.

Dalam setiap hajatan Pemilu/Pilkada sering muncul persoalan-persoalan yang dapat menurunkan derajat kualitas Pemilu/Pilkada. Persoalan-persoalan tersebut dapat muncul dari berbagai unsur, bisa dari unsur penyelenggara, kontestan, masyarakat, maupun pemerintah. Diantara persoalan-persoalan tersebut yaitu : Pertama, kontestan Pemilu/Pilkada mewujudkan keterpilihannya dengan cara transaksional melalui money politic (politik uang), menggunakan politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta hoaks (kabar bohong).

Kedua, masih permisifnya masyarakat terhadap politik uang. Ketiga, partisipasi masyarakat dalam Pemilu/Pilkada masih sebatas menggunakan hak pilih di dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS). Keempat, masih adanya oknum ASN/PNS, TNI dan Polri yang tidak netral. Kelima,  Penyelenggara pemilu yang tidak profesional dan tidak netral.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang diberi mandat untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu/Pilkada tidak bisa bekerja sendirian, Bawaslu membutuhkan dukungan banyak pihak dalam melakukan pengawasan di setiap tahapan Pemilu/Pilkada. Untuk mewujudkan Pemilu/Pilkada yang demokratis, mutlak dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan setiap tahapan Pemilu/Pilkada.

Membumikan Pengawasan Partisipatif

Kabupaten Jepara selain dikenal sebagai kota ukir yang telah kesohor sampai manca negara, Jepara juga dikenal sebagai Bumi Kartini. Dalam gelaran pemilu serentak 2019 di Bumi Kartini, Bawaslu Kabupaten Jepara melakukan penanganan pelanggaran pemilu sejumlah 10 kasus. Dari jumlah tersebut temuan dari jajaran pengawas pemilu sebanyak 7 kasus, sedangkan laporan dari masyarakat sebanyak 3 kasus. Hal ini mengindikasikan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu/Pilkada harus terus-menerus ditingkatkan.

Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 yang akan datang, jika dihitung mundur kurang lebih 2 tahun lagi. Untuk mewujudkan Pemilu/Pilkada 2024 yang demokratis, Bawaslu Kabupaten Jepara “menggeber” peningkatan partisipasi masyarakat melalui sosialisasi pengawasan partisipatif (soswatif) dengan berbagai program.

Pengawasan partisipatif secara mudah dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat secara aktif dalam ikut serta mengawasi setiap tahapan Pemilu/Pilkada yang berlangsung di masing-masing daerahnya. Pengawasan partisipatif ini menjadi bagian manifestasi rakyat dan penguatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ini sangat penting untuk mewujudkan Pemilu/Pilkada agar berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Untuk membumikan pengawasan partisipatif di Bumi Kartini, Bawaslu Kabupaten Jepara membuat beberapa program unggulan, diantaranya adalah Desa Pengawasan Pemilu, Desa Anti politik Uang, Bawaslu Menyapa, Klinik Hukum, Bawaslu Corner, Bawaslu goes to campus, Bawaslu goes to school, Diskusi wawasan kepemiluan (si-Walu), dan Penerbitan Buletin.

Selain membuat program unggulan, Bawaslu Kabupaten Jepara juga melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka memperluas sosialisasi pengawasan partisipatif. Berbagai pihak yang telah diajak kerjasama untuk meluaskan pengawasan partisipatif di antaranya dengan Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara, Yayasan Perempuan Mandiri Jepara (YPMJ), PMII Jepara, Sako Ma’arif, Lentera Disbilitas, Lesbumi, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jepara, Radio Kartini, dan Perkumpulan Wartawan Online (PWO) Kabupaten Jepara.

Membumikan pengawasan partisipatif di Bumi Kartini harus dimulai sejak dini dan tanpa henti. Semua orang mempunyai kewajiban untuk membumikan pengawasan partisipatif ini, karena sejatinya pengawasan Pemilu/Pilkada adalah kewajiban semua warga. Membumikan pengawasan partisipatif ini tentunya yang menjadi pemegang komandonya adalah Bawaslu, dengan di dukung oleh semua stakeholders.

Membumikan pengawasan partisipatif merupakan ikhtiar Bawaslu untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengawasan oleh masyarakat pada Pemilu/Pilkada. Hal ini bertujuan agar masyarakat berani bersuara secara lantang untuk tolak politik uang, tolak politisasi SARA, minimalisasi hoaks dalam kampanye,  serta terjaganya netralitas ASN, TNI dan Polri dalam gelaran Pemilu/Pilkada. Selain itu membekali masyarakat tentang tata cara pengawasan pemilu dalam setiap tahapan Pemilu/Pilkada.

Kunjariyanto, Anggota Bawaslu Kabupaten Jepara

Tag
Artikel