Lompat ke isi utama

Berita

Pendidikan Kader Pengawasan Sebagai Wadah Membentuk Generasi Partisipatif

Berbicara terkait pendidikan dan Pemilu, salah satu misi Bawaslu adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui pendidikan atau proses sosialisasi dan transfer pengetahuan serta keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat. Dedi Amrizal (2018: 62) menyatakan semakin tinggi tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa masyarakat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada umumnya mengindikasikan bahwa masyarakat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan.

Berdasarkan rilis dari laman Bawaslu.go.id terkait data pelanggaran Pemilu Tahun 2019 per 4 November 2019 Bawaslu telah memproses penanganan dengan Perbawaslu 7 Tahun 2018 sejumlah 4.506 Laporan, 18.995 Temuan, 20.999 laporan/Temuan di Registrasi 2.502 laporan/Temuan tidak diregistrasi. laporan di sini dapat berasal dari laporan langsung Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, Peserta Pemilu, atau pemantau Pemilu kepada Bawaslu. Dari Data yang dihimpun dari penanganan pelanggaran yang terjadi di Provinsi dan Kabupaten/Kota ini menunjukkan angka laporan kepada Bawaslu lebih sedikit dari pada temuan oleh pengawas pemilu. Artinya tingkat partisipasi masyarakat atau peserta Pemilu lebih rendah yakni hanya 19% dari total penanganan pelanggaran.

Sementara itu dalam Riset Doni Hendrik yang berjudul Variabel-variabel yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Padang Tahun 2008, disana dia mengambil kesimpulan bahwa variabel sosialisasi politik yang rendah merupakan variabel yang menyebabkan rendahnya partisipasi politik masyarakat. Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian rendahnya partisipasi politik dalam Pemilu khususnya dalam Pilkada dapat mengancam jalannya demokrasi. Karena hal tersebut memperlemah atau mengurangi tingkat legitimasi atau mandat rakyat dalam menjalankan pemerintahan. Oleh sebab itu diperlukan usaha sungguh-sungguh dan sistematis oleh pemerintah dan stakeholder untuk melakukan usaha peningkatan partisipasi dengan jalan meningkatkan kesadaran politik warga dan meningkatkan sosialisasi/pendidikan.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fungsi pendidikan yang utama adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian, serta peradaban yang bermartabat. Dengan kata lain, fungsi pendidikan yang utama adalah untuk "memanusiakan manusia".

Sejalan dengan hal tersebut menurut Prof. DR. Hamid Darmadi dalam buku Pengantar Pendidikan Era Globalisasi: Konsep Dasar, Teori, Strategi dan Implementasi dalam Globalisasi (2019 : 57) menyatakan selain fungsi utama tersebut, pendidikan juga memiliki fungsi-fungsi lain, yaitu pertama, pendidikan sebagai Penegak Nilai, artinya pendidikan memiliki peran yang penting untuk menjaga nilai-nilai dalam masyarakat. Kedua Pendidikan Sebagai Pengembang Masyarakat, artinya pendidikan berperan dalam meningkatkan mutu dan kualitas ilmu masyarakat. Ketiga, Pendidikan Sebagai Upaya Mengembangkan Potensi Manusia, artinya pendidikan berperan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berbudi luhur.

Pendidikan merupakan sebuah proses yang di dalamnya terdapat tujuan. Dari pemaparan di atas bisa diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku untuk mencapai kedewasaan. Kedewasaan dikatakan telah tercapai apabila seseorang telah mampu berbuat sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga pendidikan itu sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan baik dalam hubungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Perlu diketahui Bawaslu kabupaten/kota sebagai lembaga penyelenggara Pemilu tidak hanya memiliki tugas melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap pelanggaran Pemilu. Atau hanya menangani sengketa proses Pemilu saja melainkan juga bertugas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Hal ini sesuai dengan Pasal 102 UU. No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yakni dalam rangka melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa proses Pemilu wilayah kabupaten/kota Bawaslu kabupaten/kota bertugas meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.

Menindaklanjuti hal ini langkah strategis yang diprogramkan oleh Bawaslu Jepara adalah meningkatkan pendidikan pengawasan partisipasi dalam rangka mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian masyarakat. Pendidikan ini juga untuk peningkatan kesadaran politik warga terutama pendidikan pengawasan pemilu. Program ini diharapkan agar dapat menciptakan kader kader pengawasan yang unggul, kecerdasan dan keterampilan melalui ilmu yang diperoleh dari pendidikan dapat jadi acuan untuk berimprovisasi serta berpartisipasi pada Pemilu atau Pilkada.

Output dari Pendidikan pengawasan adalah pengawasan partisipatif yang bermanfaat bagi Bawaslu dan juga masyarakat. Bagi Bawaslu pengawasan partisipatif dapat mendorong perluasan wilayah kepengawasan, serta memperkuat semangat dalam mengawasi, karena masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan juga kehadiran pengawasan masyarakat yang massif. Secara psikologis akan mengawal dan mengingatkan kepada peserta Pemilu untuk senantiasa berhati-hati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan Pemilu.

Bagi masyarakat pengawasan partisipatif dapat membentuk karakter dan kesadaran politik masyarakat serta meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan terlibat dalam pengawasan  Pemilu secara  langsung,  masyarakat  dapat  mengikuti dinamika politik yang  terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang penyelenggaraan Pemilu dan semua proses yang berlangsung.

Output lain dari pendidikan tersebut bagi peserta yang telah mendapatkan pendidikan pengawasan Pemilu adalah terbentuknya kader-kader pengawasan yang mampu melakukan pengawasan partisipatif masyarakat. Partisipasi dapat diwujudkan salah satunya dengan cara memberikan informasi awal kepada jajaran Bawaslu, mencegah pelanggaran, ikut memantau dan mengawasi jalannya tahapan Pemilu, serta melaporkan pelanggaran Pemilu kepada jajaran Bawaslu.

Hal ini penting sebagaimana paparan Sujiantoko (2019: 48) dalam buku Sketsa Pengawasan Pemilu 2019 menyatakan semua elemen masyarakat perlu menyatukan komitmen bersama dalam menjaga keberlangsungan demokrasi, agar Pemilu dapat berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.  Dari ini Bawaslu memulai sejak dini pendidikan pengawasan partisipatif agar terbentuknya kader kader pengawas yang unggul, cerdas dan memiliki keterampilan pengawasan sebagai investasi masa depan.  Pendidikan pengawasan partisipatif diharapkan dimasa yang akan datang terbentuk generasi partipastif demi terselenggaranya pemilu yang berintegritas, akuntabel, jujur langsung dan adil.

Dalam hal ini Harun Rasyid dalam jurnal yang berjudul Membangun Generasi Melalui Pendidikan Sebagai Investasi Masa Depan pada Jurnal Pendidikan Anak, Volume IV, Edisi 1, Juni 2015 menyatakan :

“Untuk melahirkan manusia Indonesia yang unggul itu, diperlukan suatu arah kebijakan pembangunan yang memprioritaskan pendidikan sebagai investasi masa depan. Sebagai investasi masa depan bangsa, maka pendidikan harus dimulai sejak anak usia dini sebagai program yang berkelanjutan dan sistemik yang dikemas dalam dalam berbagai program kebijakan”

Terakhir penulis ingin mengutip satu kalimat dari Ketua Bawaslu RI Abhan pada laman Bawaslu.go.id

“Alumni Sekolah Kader (Pendidikan Pengawasan Partisipatif) Akan Tebar Virus Pengawasan”

(Misbakhus Sholihin/Humas Bawaslu Jepara)
Tag
Artikel