Lompat ke isi utama

Berita

Transformasi Pengawas Pemilu dari Masa ke Masa

Oleh : Kunjariyanto - Kordiv Penindakan Pelanggaran Bawaslu Jepara  

Salah satu ciri negara demokratis adalah adanya Pemilu secara berkala. Pasca kemerdekaan 1945, Bangsa Indonesia baru dapat melaksanakan pemilu pada 1955. Pemilu 1955 dibagi menjadi 2 tahap, Tahap pertama memilih anggota DPR yang diselenggarakan pada 29 September 1955 yang diikuti oleh 29 partai politik dan individu. Tahap kedua memilih anggota konstituante,  yang dilaksanakan 15 Desember 1955. Landasan hukum yang menjadi dasar pemilu tahun 1955 adalah UU No.7 Tahun 1953 tentang pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pada Pemilu 1955 belum ada lembaga pengawas pemilu. Pada pemilu ini dipercaya banyak pihak menjadi pemilu yang demokratis karena berjalan secara “Luber dan Jurdil” serta pada pemilu ini terbangun trust (kepercayaan) pada seluruh peserta dan warga negara terhadap penyelenggaraan Pemilu.

Pemilu kedua di Indonesia dilaksanakan pada 5 Juli 1971 yang berdasar pada UU No.15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota - Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan rakyat, serta UU No.16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemilu ketiga dilaksanakan pada 1977. Sejak 1977 hajatan pemilu di Indonesia di selenggarakan secara periodik 5 tahun sekali. Pada pemilu 1977 terjadi fusi partai politik, sehingga hanya ada 3 peserta pemilu yaitu PPP, PDI dan Golkar. Pemilu dengan 3 Peserta ini  berjalan 1977 hingga 1997.

Pada pemilu 1982 atau pemilu keempat baru muncul pengawas pemilu, yang diberi nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Panwaslak Pemilu ini dibentuk sebagai jawaban atas banyaknya kecurangan yang terjadi pada pelaksanaan pemilu tahun 1971 dan 1977. Meskipun terdapat banyak kekurangan dalam kelembagaan Panwaslak, akan tetapi Panwaslak menjalankan tugasnya untuk melakukan pengawasan pemilu hingga  pemilu 1997.

Pengunduran diri Soeharto dari jabatan Presiden RI pada 21 Mei 1998 menandai lahirnya era reformasi. Pemilu pasca reformasi dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Panwaslak berganti menjadi Panitia pengawas pemilu (Panwaslu), dengan penguatan pada kelembagaan, keanggotaan, tugas, kewajiban dan kewenangan. Panwaslu dengan segenap kekurangan dan kelebihannya melakukan pengawasan hajatan pemilu di Indonesia pada pemilu 1999 dan 2004.

Panwaslu memiliki peran strategis dalam pengawasan di setiap tahapan pemilu untuk memastikan pemilu berjalan “luber dan jurdil” sehingga terwujud pemilu yang demokratis serta berintegritas. Melalui amanat UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Panwaslu di tingkat nasional secara organisasi dipermanenkan, sehingga Panwaslu di tingkat nasional berubah nama menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam pengawasan pemilu 2009 pengawas pemilu di tingkat nasional bersifat tetap, sedangkan pengawas pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten masih bersifat adhoc.

Penguatan kelembagaan pengawas pemilu secara organisasi berlanjut ke tingkat provinsi, melalui amanat UU No.15 tahun 2011 panwaslu provinsi di permanenkan sehingga berubah menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi. Dalam pengawasan pemilu 2014 pengawas pemilu di tingkat pusat dan provinsi telah bersifat tetap.

Melalui revisi UU pemilu yang menyederhanakan UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU No. 8 tahun 2012  tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maka lahirlah UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Melalui UU No. 7 tahun 2017  semakin memperkuat eksistensi pengawas pemilu. UU No.7 tahun 2017 mengamanatkan pengawas pemilu di tingkat kabupaten menjadi lembaga yang permanen, sehingga panwaslu di tingkat kabupaten berubah nama menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten.

Dalam pengawasan pemilu serentak 2019 Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten bersifat tetap. Perubahan kelembagaan Bawaslu dari pusat sampai kabupaten semakin memperkuat tugas, kewajiban dan wewenang Bawaslu untuk melaksanakan pengawasan pelaksanaan pemilu di seluruh wilayah NKRI, guna mewujudkan pemilu yang demokratis dan berintegritas.

Tag
Artikel