Bawaslu Jepara Dalami Problematika PSU Gorontalo Utara Melalui Program “Selasa Menyapa"
|
Bawaslu Jepara – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jepara mengikuti kegiatan rutin Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, "Selasa Menyapa" episode ke-11, pada Selasa (5/8/2025). Acara yang digelar secara daring ini mengangkat topik krusial: "Kajian Yuridis dan Empiris Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Kabupaten Gorontalo Utara Berdasarkan Putusan MK Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025".
Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran pimpinan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, termasuk perwakilan dari Bawaslu Jepara, serta menghadirkan narasumber utama dari Bawaslu Provinsi Gorontalo.
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, M. Amin, dalam sambutannya membuka acara dengan menekankan keunikan pembahasan kali ini. "Ini adalah episode ke-11, Jika sebelumnya kita banyak membahas kajian yuridis dan empiris, kali ini kita fokus pada problematika pasca-putusan MK. Ini sangat menarik karena dalil permasalahannya kompleks, mulai dari keabsahan pencalonan, status pidana percobaan calon, hingga keabsahan ijazah," ujar Amin.
Ia menambahkan bahwa pembelajaran dari kasus Gorontalo Utara sangat relevan bagi Jawa Tengah, meskipun empat gugatan Pilkada di Jateng yang sempat masuk ke MK akhirnya ditarik kembali oleh pemohon. "Kita perlu belajar dari teman-teman Gorontalo mengenai penanganan, pengawasan, dan tantangan yang dihadapi," tutupnya seraya membuka acara.
Dalam sesi pemantik, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Jateng, Diana Ariyanti, menjelaskan bahwa program "Selasa Menyapa" diinisiasi untuk menjaga produktivitas, meningkatkan kapasitas internal pengawas pemilu, dan memberikan informasi kepada publik secara luas melalui siaran langsung. "Kegiatan ini adalah kesempatan kita untuk belajar dari situasi yang dihadapi rekan-rekan di wilayah lain. Problematika pada syarat calon di Gorontalo yang berujung PSU menjadi pelajaran berharga bagi kita semua," kata Diana.
Narasumber utama, John Hendri Purba, Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo Divisi Hukum, memaparkan secara mendalam kronologi yang menyebabkan PSU di Gorontalo Utara. Menurutnya, dinamika persoalan sudah muncul sejak tahap pencalonan.
"Pada dasarnya, Bawaslu Gorontalo memutuskan paslon tersebut memenuhi syarat dengan pertimbangan kuat, yaitu merujuk pada putusan MK sebelumnya dengan kasus, status, dan pasal yang sama persis. Namun, pada Pilkada 2024, MK ternyata memiliki pertimbangan lain," jelas John.
Ia menegaskan bahwa PSU di Gorontalo Utara terjadi karena MK mendiskualifikasi Calon Bupati Ridwan Yasin (Paslon No. 3) yang masih berstatus terpidana dengan masa percobaan yang belum selesai. Putusan MK ini, menurut John, menunjukkan adanya inkonsistensi yang mencederai kepastian hukum.
"Kami di Bawaslu Gorontalo berpegang pada kepastian hukum, di mana putusan terdahulu seharusnya menjadi yurisprudensi. Namun, MK memutuskan berbeda. Pada akhirnya, PSU disebabkan oleh inkonsistensi MK," tegasnya.
Beberapa poin penting yang menjadi sorotan dalam materi Bp. John Hendri Purba:
* Diskualifikasi calon karena tidak memenuhi syarat (masih berstatus terpidana percobaan).
* Memerintahkan PSU dalam 60 hari tanpa mengikutsertakan calon yang didiskualifikasi dan memberi kesempatan partai pengusung mencari pengganti.
* Kendala anggaran yang terlambat, berdampak pada efektivitas pengawasan dan pencegahan.
* Terjadi penurunan partisipasi pemilih sebesar 3,35% dan hasil akhir perolehan suara pun berubah.
Ini menjadi pelajaran berharga bagi Bawaslu Jepara, partisipasi dalam diskusi ini memberikan wawasan mendalam mengenai kompleksitas sengketa proses dan hasil pemilu. Kajian kasus Gorontalo Utara menjadi literasi penting tentang bagaimana sebuah putusan hukum dapat berdampak luas, mulai dari aspek yuridis, anggaran, teknis penyelenggaraan, hingga sosial-politik di tingkat lokal. Pengalaman ini memperkaya pemahaman jajaran Bawaslu Jepara dalam mengantisipasi potensi masalah serupa di masa depan dan pentingnya memegang teguh prinsip profesionalitas dan kepastian hukum dalam menjalankan tugas pengawasan.
Sebagai penutup, John Hendri Purba berpesan, "Yang bisa menyelamatkan Bawaslu adalah kita harus berpegang teguh pada ketentuan. Profesionalitas dan idealisme harus kita junjung tinggi untuk memberikan keadilan pemilu bagi masyarakat."
Penulis: Heni Ernawati
Foto: -
Editor: Wahidatun Khoirunnisa